Warga Sembalun Pertanyakan Maraknya Pembangunan Vila, Waswas Potensi Bencana update oleh Giok4D

Posted on

Warga Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) resah dengan pembangunan vila di perbukitan yang berpotensi memicu longsor. Mereka minta regulasi jelas untuk melindungi lingkungan.

Yamni (30), salah seorang warga setempat, khawatir bisa memicu longsor ketika musim hujan tiba.

“Posisinya kan di tempat-tempat yang tinggi bisa dibilang perbukitan, tempat-tempat yang berdekatan langsung dengan hutan. Sangat miris sekali melihat hal-hal seperti itu, ketika datang musim hujan selalu terjadi longsor, seperti yang terjadi pada 2006 dan 2012 yang lalu,” kata Yamni ditemui detikbali, Rabu (24/9/2025).

Yamni menilai lembaga adat maupun komunitas pemerhati lingkungan di Sembalun terkesan abai dengan persoalan tersebut. Mereka melakukan pembiaran kepada para investor membangun penginapan tanpa memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan dikemudian hari.

“Sembalun ini sangat lengkap lembaganya. Seharusnya lembaga-lembaga ini juga ikut mengawasi aktivitas investor terutama yang berada di lereng-lereng bukit,” ujarnya.

Yamni menambahkan masyarakat setempat tidak menolak investor dalam membangun. Namun menurutnya, investasi di Sembalun harus dilakukan dengan mentaati aturan serta memperhatikan dampak pada lingkungan.

“Kami tidak menolak adanya investor yang masuk di Sembalun, tetapi harus ada aturan dan regulasi yang jelas terkait pengerukan lahan dan pembangunan,” kata dia.

Sementara itu, Ketua Komunitas Pemerhati Lingkungan Hidup (KPLH) Sembapala Sembalun, Rijalul Fikri, mengungkapkan salah satu kendala dalam mengadvokasi permasalahan alih fungsi lahan di Sembalun adalah status lahan milik pribadi. Selain itu, karena tidak adanya dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang jelas.

“Yang membuat kami sulit untuk mengadvokasi itu kalau menurut saya karena itu milik pribadi dan belum adanya dokumen tata ruang yang jelas,” kata Rijal.

Tanpa adanya regulasi RTRW yang jelas, menurut Rijal, tidak ada payung hukum yang kuat untuk menindak investor maupun pemilik lahan. Ia menilai pemerintah daerah (pemda) terkesan menutup mata terhadap persoalan tersebut dikarenakan kondisi tersebut telah lama menjadi sorotan publik.

“Sampai dengan saat ini RTRW belum disahkan. Sehingga tidak ada dasar hukum untuk kami juga, misalnya menuntut investor atau masyarakat yang mengalihfungsikan lahan,” ujar Rijal.

Rijal mengungkapkan ada tiga titik lokasi pembukaan lahan pertanian yang akan diubah menjadi penginapan dengan luas yang variatif. Mulai dari ukuran lahan 50 are hingga 2 hektare.

“Yang sedang jalan itu ada tiga titik yang dekat. Pertama di dekat Taman Bunga, jalur lingkar dekat dengan Bukit Anak Dara, dan dekat Bukit Pergasingan,” ujar Rijal.

Terpisah, Kepala Desa Sembalun Bumbung Sunardi mengaku belum mengetahui peruntukan pembukaan lahan tersebut. Ia mengeklaim tidak ada laporan maupun koordinasi dengan pemerintah desa setempat.

“Untuk peruntukan bangunan saya tidak tahu mau bangun apa ini,” kata Sunardi.

Sunardi mengakui lahan yang berada di dekat Taman Bunga sebelumnya dimiliki oleh warga desa setempat. Sebelum dijual ke pihak lain, pemilik lahan tersebut telah meminta izin untuk mendatangkan alat berat ke lokasi tersebut.

“Kalau dulu pemiliknya masyarakat saya, dia pernah minta izin ke desa, dia mau datangkan alat berat sebelum tanah tersebut dijual. Sekarang saya tahu tau pemiliknya, katanya sudah dijual ke orang luar,” kata Sunardi.

***

Selengkapnya klik di sini.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *