Zero Waste di Gunung Rinjani Diacungi Jempol, tapi Ada Catatan

Posted on

Kebijakan zero waste atau nol sampah yang dicanangkan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni untuk Gunung Rinjani mendapat sambutan positif dari pegiat lingkungan. Namun, ada catatan penting dari Siska Nirmala, pendaki sekaligus inisiator gerakan Zero Waste Indonesia.

Kebijakan Rinjani zero waste atau nol sampah diberlakukan demi menjaga kebersihan dan mendorong pariwisata alam yang berkelanjutan. Pendaki kini diwajibkan melaporkan secara rinci seluruh barang bawaan-jumlah, jenis, hingga kemasan. Plastik sekali pakai dilarang.

Kemudian, makanan dan minuman harus dikemas dalam wadah pakai ulang seperti kotak makanan. Pendaki juga harus menjalani prosedur pack in-pack out, artinya semua barang yang dibawa naik gunung, wajib turun dalam kondisi utuh.

Pendaki yang gagal menunjukkan kelengkapan barang bawaan saat turun bisa didenda hingga Rp5 juta dan masuk daftar hitam pendakian.

“Pertama-tama saya mengapresiasi TN Rinjani dan pemerintah atas aturan pembatasan sampah ini. Sudah waktunya gunung-gunung Indonesia memperketat manajemen sampah, tak hanya membatasi jumlah pengunjung, tapi juga potensi sampahnya,” ujar Siska saat diwawancarai detikTravel, Selasa (20/5/2025).

Dia menyebut langkah Rinjani sebagai taman nasional pertama yang resmi mengusung konsep zero waste memang patut dicontoh. Namun, gunung-gunung lain seperti Merbabu, meskipun tanpa label zero waste, sejatinya telah lebih dulu menerapkan aturan manajemen sampah yang ketat.

“Kalau Rinjani sudah mulai mendeklarasikan nol sampah, ini langkah awal yang bagus,” kata dia.

Zero Waste Bukan Sekadar Larangan

Siska menekankan bahwa zero waste bukan hanya soal pelarangan membawa plastik atau pengemasan ulang perbekalan. Konsep ini seharusnya mencakup pula pengelolaan dan edukasi sampah.

“Terakhir saya ke Rinjani September 2024. Saat itu belum ada tempat atau sistem pengelolaan sampah yang berjalan. Padahal, zero waste tidak berhenti pada meminimalkan, tapi juga mengelola sampah yang tetap ada,” tegasnya.

Dia juga menyoroti pentingnya edukasi yang utuh, terutama kepada pendaki, porter, dan pemandu yang mungkin belum akrab dengan konsep zero waste.

“Apakah ada briefing soal kenapa perbekalan harus dipindah ke wadah? Apakah pendaki tahu pentingnya tanggung jawab terhadap sampah? Ini harus jelas. Jangan sampai konsep zero waste disalahartikan hanya soal ganti kemasan,” ujar Siska.

Siska menyebut pendekatan edukasi harus disesuaikan dengan karakter kawasan. Edukasi di kaki Gunung Rinjani tentu berbeda dengan di kota besar. Sasaran edukasi pun beragam, dari pendaki berpengalaman hingga porter dan warga lokal.

“Pendaki Rinjani bisa menghabiskan 3 hari 2 malam. Artinya, manajemen perbekalan, pemahaman soal sampah, dan tanggung jawab atasnya perlu dipahami secara menyeluruh,” kata Siska.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *