Setelah lama dikenal sebagai negara kaya minyak, Arab Saudi kini tengah berbenah. Negeri gurun itu mulai mengubah arah dengan menjadikan pariwisata sebagai tulang punggung ekonomi barunya.
Langkah besar tersebut dimulai sejak 2019, ketika Arab Saudi untuk pertama kalinya membuka pintu bagi wisatawan internasional. Sebelumnya, kunjungan ke sana hanya diperbolehkan untuk urusan bisnis, keluarga, atau ibadah.
“Kami sedang membuka nilai besar dari negara ini. Arab Saudi punya banyak hal untuk ditawarkan kepada dunia,” ujar Menteri Pariwisata Arab Saudi, HE Ahmed Al Khateeb dikutip dari Fortune, Minggu (2/11/2025).
“Kami ingin wisatawan datang dan merasakan keramahan khas Saudi, menikmati kopi dan makanan kami, serta mempelajari budaya Arab,” tambahnya.
Menurut Al Khateeb, pengembangan sektor pariwisata bukan hanya soal mendatangkan turis. Tapi juga membuka lapangan kerja baru, terutama bagi anak muda, perempuan, serta menjadikan ekonomi Arab Saudi lebih beragam dan berkelanjutan.
Dari Minyak ke Pariwisata
Langkah besar ini menjadi bagian dari Visi Saudi 2030, program ambisius yang dicanangkan Putra Mahkota Mohammed bin Salman sejak 2016. Tujuannya jelas untuk mendiversifikasi ekonomi dan memodernisasi wajah Arab Saudi tanpa meninggalkan akar budayanya.
Upaya itu mulai terlihat hasilnya. Pada 2024, Arab Saudi mencatat 116 juta wisatawan, melonjak dari 80 juta pada 2019. Pemerintah pun menargetkan 150 juta kunjungan setiap tahun pada 2030.
Menariknya, separuh dari wisatawan saat ini datang untuk tujuan keagamaan seperti haji dan umrah. Namun Al Khateeb memperkirakan jumlah wisatawan umum akan terus meningkat seiring makin terbukanya destinasi lain di negeri tersebut.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Untuk memperkenalkan diri ke dunia, Arab Saudi juga tengah bersiap menjadi tuan rumah berbagai ajang internasional. Dari Asian Games Musim Dingin 2029, Piala Dunia FIFA 2034, hingga Sidang Umum Pariwisata PBB yang akan digelar pertama kalinya di Riyadh tahun ini.
“Negara kami ingin menjadi destinasi global. Karena itu, kami sedang membangun infrastruktur yang kuat,” kata Al Khateeb.
Salah satu proyek besarnya adalah maskapai nasional baru, Riyadh Air, yang berdiri pada 2023. Selain itu, pemerintah juga tengah membangun Bandara Internasional Raja Salman di Riyadh, serta berencana menambah lebih dari 300 ribu kamar hotel baru hingga 2030.
Maskapai Amerika Delta Air Lines bahkan ikut menyambut peluang ini dengan membuka penerbangan langsung antara Atlanta dan Riyadh mulai Oktober 2026, rute non-stop pertama antara AS dan Arab Saudi.
“Awalnya mungkin akan lambat, tapi saya yakin rute ini akan semakin populer,” ujar CEO Delta, Ed Bastian.
Sementara itu, Riyadh Air telah memulai penerbangan harian perdananya ke London pada 26 Oktober lalu, meski untuk sementara masih dibatasi bagi karyawan dan tamu undangan.
Meski gencar membangun, Arab Saudi tak ingin mengorbankan alamnya. Al Khateeb menegaskan, keberlanjutan menjadi prioritas utama dalam setiap proyek pariwisata. Oleh karenanya mereka menjamin bahwa destinasi yang mereka miliki tetap terjaga
“Keberlanjutan sangat penting bagi setiap negara. Karena itu, kami memastikan semua destinasi kami tetap terjaga-baik pegunungan di selatan maupun pulau-pulau indah di Laut Merah,” ujarnya.
Sebagai bukti keseriusannya, Arab Saudi meluncurkan Global Center for Sustainable Tourism pada 2021, inisiatif lintas negara yang mendorong industri pariwisata menuju target emisi nol bersih.
