Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati tak hanya ingin dikenal sebagai bandara penumpang. Di balik runway panjangnya, Kertajati ingin menjadi pusat industri penerbangan terpadu atau Aerospace Park.
Ronald Sinaga, Senior Vice President Bandara Kertajati, menjelaskan Kertajati masih ada lahan sekitar 84 hektar untuk dibangun sebagai tempat perbaikan pesawat.
Dengan lahan yang luas, Kertajati melihat peluang yang jarang dimiliki bandara lain yang sudah padat. Saat ini, kebutuhan perawatan rutin pesawat (regular maintenance) terus meningkat. Namun kapasitas fasilitas di bandara-bandara besar sudah penuh.
“Pesawat itu selalu akan mendapatkan regular maintenance. Di Soekarno-Hatta punya GMF, full. Bali juga full. Batam juga full,” ujar Ronald.
Inilah celah yang ingin diisi oleh Kertajati. Bandara ini tengah mempersiapkan lahan 84 hektar tadi untuk menjadi pusat perawatan pesawat (Maintenance Repair Overhaul/MRO) dan lebih dari itu-menjadi Aerospace Park yang lengkap.
Rencana menuju ke sana sudah diwujudkan dalam perjanjian kerja sama antara PT GMF AeroAsia, PT Bandar Udara Internasional Jawa Barat (BIJB), dan Kementerian PPN/Bappenas.
“Kita bukan MRO namanya, tapi Aerospace Park. Karena kalau namanya Aerospace Park itu bukan MRO saja . Nanti kita akan bangun OEM Manufacturing, spare partnya kita buat juga di situ. Biar gampang di sana. Kemudian kita akan buat training center di situ. Kita akan buat macam-macam,” jelas Ronald.
Visi itu bukan hanya bisnis untuk perawatan pesawat. Ronald menekankan pentingnya menciptakan ekosistem ekonomi penerbangan yang terintegrasi dari MRO, manufaktur suku cadang, hingga pendidikan dan pelatihan. “Jadi akan menciptakan ekosistem ekonomi,” katanya.
Sebagai langkah awal, Bandara Kertajati sudah bekerja sama dengan GMF AeroAsia. Ronald menyebut, ground breaking untuk fasilitas perbaikan helikopter diharapkan terjadi pada September atau Oktober 2025.
“Sekarang saya sama GMF, mudah-mudahan dalam waktu dekat GMF akan groundbreaking untuk buat perbaikan helikopter dulu. Mudah-mudahan September, Oktober lah. Tergantung GMF ya, targetnya dia,”katanya.
Namun pembangunan ini tidak mudah atau instan. Ronald mengungkap tantangan teknis yang harus diatasi. Salah satunya, akses jalur taksi (taxiway) pesawat dari runway ke area MRO. “Harus dibangun. 200 meter x 45 meter. Ada investasi lagi. Supaya pesawatnya bisa masuk,” jelasnya.
Pembangunan taxiway itu sendiri diperkirakan memerlukan investasi signifikan dan waktu setidaknya 1-2 tahun.
“Investasi ke depan memang dibutuhkan dan tidak bisa overnight. Minimum 1 tahun, 2 tahun. Karena pembangunannya sendiri butuh paling tidak 1 tahun,” kata Ronald.
Target optimis untuk mulai melihat efektivitas Aerospace Park ini diharapkan pada 2025, dengan sejumlah fasilitas awal sudah bisa beroperasi.
Lebih dari sekadar kawasan industri, Ronald menegaskan pentingnya pengembangan SDM penerbangan.
Ia menyoroti bagaimana dulu ada STM (sekarang SMK) Penerbangan, yang kini kian langka.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Kertajati bercita-cita membangun training center dan politeknik penerbangan sebagai bagian dari Aerospace Park. Dengan begitu, lulusan SMK/STM bisa mendapatkan pelatihan lanjutan setahun sebelum siap bekerja.
“Kalau mau terbang nanti kalau di tempat kita, kita akan bangun. Kita politekniknya. Jadi STM-nya, SMK-nya silakan di mana aja. Nah pas waktu masuk, training satu tahun,” jelasnya.
