Barusel, Kampung Tertinggi di Jawa Barat

Posted on

Sunyi. Pagi itu akhirnya kami sampai juga di kampung ini. Kampung di ketinggian sekitar 2.200 mdpl yang menjadi kampung tertinggi di Jawa Barat. Kampung Barusel.

Orang menyebutnya kampung Brussel. Entah karena lebih mudah mengucapkan kata Brussel dibanding Barusel atau karena agar terlihat seperti nama ibu kota negara yang berada di Eropa Barat, Belgia. Sebuah kota yang berada di bagian utara Belgia.

Kampung Barusel berada di tengah-tengah hamparan perkebunan teh yang sangat luas. Perkebunan teh Rancabali.

Kebun teh yang memiliki luas sekitar 3.549 hektar dan menjadi perkebunan teh terluas di Jawa Barat yang menghasilkan salah satu produk teh terbaik di Indonesia.

Pagi menjelang siang cuaca disini cukup cerah, udaranya sangat sejuk. Walaupun terik, tapi tidak begitu panas. Sesekali kabut menyelimuti sudut-sudut perbukitan yang menghijau penuh dengan tanaman teh. Terkadang bergerak melewati di atas perkampungan kecil yang sederhana ini.

Terlihat beberapa anak – anak sedang bermain bola di sebuah lapangan. Tidak begitu luas, lapangan itu berada di atas perkampungan. Di bawah jalan utama kampung.

Di kampung ini hanya ada sekitar 26 rumah, 1 mushola. Informasi ini kami dapatkan langsung dari seorang pria baruh baya yang kami hampiri yang berada di atas lapangan tempat anak-anak yang sedang bermain bola itu.

Sebelumya kami menyapa terlebih dahulu, menyampaikan maksud kedatangan kami. Tidak cukup lama kami berbincang, sebenarnya masih banyak yang ingin kami tahu tentang perkampungan ini.

Tapi ada daya, kami terkendala bahasa. Saya tidak begitu paham bahasa Sunda, sesekali kami paham apa yang disampaikan. Tapi kebanyakan kami hanya menganggukkan kepala saja untuk merespons apa yang beliau sampaikan.

Kami pun beranjak, turun melintasi beberapa anak tangga. Kampung ini berada di bawah jalan utama. Rumah-rumah disini sederhana, tidak ada yang menunjukkan kemewahan. Asri.

Banyak tanaman bunga di setiap samping atau depan rumah. Rumah dengan dinding dari anyaman bambu, ada juga yang bercampur seng atau papan. Atapnya menggunakan seng.

Jalanan di dalam kampung ini tidak begitu lebar, sebagian jalan sudah beralas beton. Ada juga yang masih tanah. Untuk standar Indonesia, lingkungan ini sudah cukup bersih.

Tidak banyak sampah yang berserakan. Semua tertata rapi. Terlihat dari fasilitas umum yang tersedia di sini. Di tengah-tengah kampung ini tersedia fasilitas umum, untuk mandi ataupun buang air.

Kamar mandi antara pria dan wanita terpisah. Pun untuk toiletnya. Jarak antara toilet dan kamar mandi tidak begitu jauh. Tidak begitu banyak aktivitas yang kami lihat dari penduduk di kampung ini.

Kebanyakan yang kami temui di perjalanan kami mengelilingi kampung ini, hanya ibu-ibu yang sedang menjaga anaknya bermain. Atau ibu – ibu yang sedang sibuk mencuci pakaian di kamar mandi wanita itu.

Mungkin aktivitas para bapak – bapak atau pria di kampung ini kebanyakan di luar kampung. Sekalipun hari ini adalah akhir pekan, tapi mungkin bagi para petani kebun teh adalah hari kerja biasa. Mayoritas pekerjaan para penduduk di kampung Barusel ini adalah menjadi petani kebun teh.

Mereka menghabiskan waktu di perkebunan teh yang mengelilingi kampungnya, tanaman hijau yang memenuhi perbukitan-perbukitan di sepanjang mata memandang.

Mereka merawat sepenuh hati, menjaga dan melindungi untuk menjadi penghidupan. Kesederhanaan dan keramahan penduduk kampung ini mengajarkan kita, bahwa kemewahan bukanlah tolak ukur kebahagiaan sebagain orang.

Hidup sederhana bukan hanya memberi ketenangan, tapi menjadikan hidup akan lebih banyak bersyukur. Sehingga kita bisa menjaga dan memanfaatkan alam tanpa keserakahan.

Lelah berjalan berkeliling kampung, kami singgah di sebuah warung yang berada tidak jauh dari lapangan. Kami istirahat, menyaksikan kabut yang mulai menyelimuti pucuk-pucuk daun teh yang menghijau itu. Kami menikmati segelas teh hangat, wangi dan segar. Lalu kami menyantap semangkuk mie rebus. Nikmat. Masya Allah.