Buntut Kecelakaan Air India, Keamanan Penerbangan India Dipertanyakan

Posted on

Kecelakaan pesawat Air India pada 12 Juni 2025 menewaskan 269 orang. Keamanan penerbangan India disorot.

Air India berkode penerbangan AI 171 tujuan London Gatwick meledak menjadi bola api ketika jatuh beberapa saat setelah lepas landas dari Bandara Ahmedabad, India. Pesawat berbadan lebar Boeing 787-8 Dreamliner itu menabrak gedung B. J. Medical College di lingkungan Meghani Nagar, Ahmedabad.

Pesawat tersebut membawa 230 penumpang dan 12 awak. Setidaknya 269 orang tewas, termasuk 241 orang di dalam pesawat dan sebanyak 28 orang di darat. Hanya satu orang yang selamat dari kecelakaan itu.

Kecelakaan itu memicu keraguan terhadap keamanan penerbangan India. Pejabat penerbangan sipil India menjamin keamanan operasi udara Negeri Bollywood itu.

“Langit India selalu aman, dulu atau pun sekarang,” kata Faiz Ahmed Kidwai, kepala Direktorat Jenderal Penerbangan Sipil (DGCA), badan regulator keselamatan penerbangan India, dalam sebuah wawancara dengan BBC, seperti dikutip pada Senin (14/7/2025).

Dia merujuk metrik keselamatan global seperti yang diterbitkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), yang melacak jumlah kecelakaan per sejuta penerbangan, India secara konsisten mencatat performa lebih baik dibanding rata-rata dunia.

“Hanya ada dua tahun selama periode 2010-2024 saat angka kecelakaan kami melampaui rata-rata global, dan justru di tahun-tahun itulah terjadi kecelakaan besar,” ujar dia.

3 Kecelakaan Pesawat dalam 15 Tahun

Pada Agustus 2020, pesawat Air India Express penerbangan 1344 tergelincir dari landasan pacu setelah hujan di Kozhikode dan menewaskan 21 orang. Sepuluh tahun sebelumnya, pada Mei 2010, penerbangan 812 dari Dubai melewati ujung landasan pacu di Mangalore dan jatuh ke jurang, menewaskan 158 orang. Kecelakaan Air India itu menjadi yang ketiga dalam 15 tahun terakhir.

Memang terjadi beberapa insiden, namun penumpang dan kru kabin selamat, bahkan tidak mengalami cedera. Di antaranya, yang melibatkan SpiceJet. Masalah ditemukan bukan karena temuan yang mengkhawatirkan atau audit rutin, tetapi dipicu oleh temuan kerusakan baling-baling pada dua pesawat turboprop De Havilland Q400. Maskapai merespons dengan cepat dan segera mengambil tindakan.

Kidwai juga mengatakan telah menyiapkan SOP secara detail saat pesawat menghadapi turbulensi. Kidwai juga menyebut bahwa maskapai mulai menyadari perlunya melaporkan kondisi penerbangan. Dalam catatan Kementerian Penerbangan Sipil sejak 2020, maskapai domestik India telah melaporkan 2.461 gangguan teknis. IndiGo menyumbang lebih dari setengahnya (1.288), diikuti oleh SpiceJet dengan 633, dan Air India beserta anak perusahaannya, Air India Express, dengan 389 kasus, per Januari 2025.

“Saya tidak mengatakan saya senang dengan jumlah yang meningkat itu, namun bukankah jauh lebih baik jika setiap gangguan dilaporkan kepada pihak berwenang daripada maskapai diam saja dan tetap mengoperasikan pesawat,” kata Kidwai.

Saat ini, hampir 850 pesawat dioperasikan oleh maskapai penerbangan berjadwal di India. Jumlah itu menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan satu dekade lalu dengan hanya ada 400 pesawat. Jumlah penumpang pesawat meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 2014-2015, dari 116 juta menjadi 239 juta.

Jumlah bandara komersial juga bertumbuh secara substansial, dari sekitar 60-70, menjadi hampir 130-140 dalam satu dekade.

“Secara total, baik operator berjadwal dan tidak berjadwal, ada 1.288 pesawat yang beroperasi. Pada akhir dekade ini, kami diproyeksikan akan mengoperasikan lebih dari 2.000 pesawat,” kata Kidwai.

Pesawat yang tidak terjadwal itu di antaranya maskapai carter, operator jet pribadi, taksi udara, dan layanan helikopter.

Jadi, apakah kecelakaan Air India terbaru merusak reputasi penerbangan di India? Kidwai mengatakan data tersebut tidak menunjukkan spekulasi itu.

“Kami meninjau data tersebut untuk menilai apakah hal itu berdampak pada operasi domestik atau internasional. Tidak ada penurunan lalu lintas yang signifikan,” kata dia.

“Wajar bagi orang-orang untuk merasa cemas setelah insiden semacam itu. Namun seiring waktu, seiring munculnya kejelasan dan situasi yang lebih dipahami, kecemasan itu cenderung mereda. Waktu adalah penyembuh yang hebat,’ kata dia.