Dampak Buruk Efisiensi: 5.000 Karyawan Hotel-Restoran di Jogja Dirumahkan!

Posted on

Dampak buruk efisiensi pemerintah itu nyata. 5.000 Karyawan hotel dan restoran di Yogyakarta terpaksa dirumahkan karena sepinya tamu.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono mengatakan ada kurang lebih 5.000 karyawan hotel dan restoran di Jogja yang sudah dirumahkan sejak awal tahun 2025.

5.000 karyawan itu berasal dari hotel dan restoran anggota PHRI DIY. Angka tersebut terhitung dari bulan Januari 2025 sampai dengan saat ini, bulan Mei 2025.

“Kita menghindari PHK lah, selama ini dari Januari sampai sekarang kita hanya merumahkan, mereka tetap kita gaji, tapi tidak bisa full,” jelas Deddy saat dihubungi, Rabu (14/5/2025).

Dari jumlah itu, paling banyak terdampak adalah karyawan hotel bintang 3 hingga 5. Namun, hotel tak berbintang hingga restoran juga kena.

“Dari laporan teman-teman, dari 458 anggota PHRI terdiri dari hotel dan restoran itu sekitar 5.000 karyawan yang dirumahkan. Dari hotel dan restoran itu kita kerucutkan lagi, yang paling tinggi dari hotel bintang tiga sampai lima, tapi juga ada yang non bintang, restoran juga ada,” urainya.

Lesunya Permintaan Jadi Penyebab

Lesunya permintaan akan kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) baik dari pemerintah maupun swasta ditengarai menjadi penyebabnya.

Masih minimnya kegiatan MICE yang digelar menurutnya menjadi sebab utama memaksa hotel dan restoran untuk mengambil langkah ini. Namun ribuan karyawan tersebut, kata Deddy, dipanggil bekerja lagi jika okupansi naik seperti saat masa liburan.

“Mereka (karyawan) yang dirumahkan kan dari (bagian) FnB (food and beverages), meeting gitu lho, iya MICE,” ungkap Deddy.

“Kemarin (tanggal) 10-11 (Mei) mereka dipanggil untuk bisa memperkuat, karena okupansinya agak tinggi. Mulai tanggal 9 sore sampai 13 pagi. Itu hanya tergantung dari tamu, kalau banyak ya kita panggil lagi,” imbuhnya.

PHRI Berharap Efisiensi Segera Usai

Deddy pun berharap pemerintah segera membelanjakan anggaran yang sempat terkena efisiensi setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membuka blokir anggaran akhir April lalu.

Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah membuka blokir anggaran Kementerian/Lembaga yang terkena efisiensi sebesar Rp 86,6 triliun. Pembukaan blokir ini dilakukan agar Kementerian/Lembaga dapat menjalankan program prioritas pemerintah.

“Kita mohon itu segera dibelanjakan, karena sampai dengan saat ini anggota kami hanya beberapa yang sudah menerima itu, tapi belum seperti yang lalu itu aja budgetnya minim. Baru ya nggak sampai 10 persen,” harapnya.

“Kalau sudah digelontorkan ya harapan saya segera dibelanjakan supaya kami bisa memanggil mereka untuk bekerja normal kembali,” sambung Deddy.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, dalam konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (30/4) menyatakan pembukaan blokir anggaran ini telah mendapat restu dari Presiden Prabowo Subianto.

Suahasil mengatakan Menkeu Sri Mulyani meminta restu ke Presiden Prabowo untuk pembukaan blokir itu pada 7 Maret 2025.

“Pada 7 Maret Bu Menkeu melaporkan ke Presiden untuk meminta izin melakukan refocusing, pembukaan blokir supaya belanja K/L lebih tajam, lebih prioritas, sesuai dengan prioritas pemerintah,” tuturnya.

——-

Artikel ini telah naik di detikJogja.