Indonesia Tak Kalah Indah, tapi Negara Tetangga Lebih Jor-joran Promosinya

Posted on

Bila dibandingkan dengan angka kunjungan turis mancanegara yang berkunjung ke Malaysia, kunjungan wisman ke Indonesia masih kalah jumlah. Malaysia menyambut 28,2 juta wisatawan mancanegara dalam delapan bulan pertama tahun ini.

Angka yang digapai Malaysia itu lebih tinggi ketimbang turis asing yang datang ke Thailand dan Indonesia pada periode yang sama. Kementerian Pariwisata Malaysia mengatakan mereka mengalami peningkatan sebesar 14,5 persen dari tahun ke tahun.

“Itu mencerminkan pertumbuhan positif dalam kedatangan turis asing di Malaysia,” bunyi pernyataan Kementerian Pariwisata Malaysia, dikutip dari CNN Indonesia.

Namun sejatinya, keindahan pariwisata Indonesia tak kalah indah dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya lho. Namun jika bicara tentang kemudahan berwisata, sepertinya Malaysia dan Thailand punya tawaran kemudahan yang lebih menarik bagi turis asing.

“Sebetulnya kalau dibilang dari segi fasilitas dan destinasi pastinya Indonesia enggak kalah menarik dibandingkan dari Malaysia dan Thailand. Tapi dari beberapa segi ada yang membuat mereka itu jadi lebih menarik dibandingkan Indonesia, salah satunya soal visa. Mereka memberikan bebas visa kepada banyak negara,” kata Pauline Suharno, Ketua DPP Astindo saat dihubungi detikTravel, Senin (13/10/2025).

Selanjutnya, kemudahan tak hanya diberikan kepada wisatawan saja. Namun Malaysia dan Thailand juga memberikan kemudahan dalam pelaksanaan MICE. Mereka memberikan bebas visa kepada penyelenggara, pembicara bahkan peserta kegiatan.

“Masih tentang visa. Mereka ini tidak mengenakan visa untuk penyelenggara untuk event-event. Jadi di Thailand dengan di Malaysia ketika ada harus menghadiri pameran, peserta pameran ataupun menghadiri conference, wisatawan mancanegara itu tidak perlu membuat visa business. Beda dengan di Indonesia peserta pameran, conference, speaker dan sebagainya harus buat visa C11 atau C10 yang which is harganya luar biasa mahal,” jelasnya.

Pauline juga menyoroti promosi wisata dari negara tetangga yang masif. Serta pariwisata mereka punya badan khusus yang fokus memasarkan pariwisatanya.

“Kita mesti lihat berapa dana yang dikeluarkan oleh Thailand dan Malaysia dibandingkan dengan dana penjualan yang dikeluarkan oleh Indonesia. Thailand dan Malaysia dari beberapa puluh tahun yang lalu mereka sudah punya yang namanya Tourism Authority of Thailand, Tourism Malaysia yang memang fokus untuk memasarkan destinasi. Sementara Indonesia baru punya GIPI dan dihapus dari undang-undang. GIPI sudah ada sekian lama tapi enggak aktif karena tidak ada pendanaan dari pemerintah,” jelasnya.

Pauline juga menilai fokus pariwisata Indonesia sering berubah-ubah tergantung siapa yang memerintah. Sehingga arah dari pengembangan wisata juga berbeda-beda.

“Jadi setiap kali berganti pemerintah, setiap kali ganti menteri pariwisata, akhirnya arahnya pun beda-beda. Sekarang arahnya ke destinasi berkualitas, pariwisata naik kelas dan lainnya. Dengan pariwisata naik kelas, dengan pariwisata bersih, mau dibikin apanya? Dan arahnya ke mana? 10 tahun ke depan tuh kita mau jadi seperti apa? Ini kan yang enggak pernah ada orang yang memikirkan,” lanjutnya.

Dia mencontohkan Singapura yang sudah lama punya misi jangka panjang bahkan tercantum dalam UU mereka. Pauline mencontohkan bagaimana Singapura bisa menggarap konser Taylor Swift.

“Di Singapura itu mereka udah mikirin buat 10 tahun ke depan lho. Jadi, makanya saat konser Taylor Swift cuma di Singapura saja dan Thailand complaint. Singapura kasih insentif sekian juta dolar buat Taylor Swift supaya konsernya enggak ke negara lain. Ini sudah mereka pikirkan 10 tahun yang lalu dan itu sudah jadi undang-undang. Ada peraturannya di STB, di Singapore Tourism Board, bahwa konser-konser itu yang memang akan diselenggarakan hanya di Asia saja, Singapore itu bisa memberikan insentif dan sebagainya. Itu sudah mereka pikirkan 10 tahun yang lalu,” katanya.

Astindo berharap dan menyarankan Kemenpar bisa meniru langkah negara tetangga yang agresif mempromosikan pariwisatanya.

“Kita lihat negara tetangga Singapura, Thailand, Malaysia, Vietnam yang tahu-tahu angkanya bisa naik jauh dari kita. Apa sih yang mereka sudah lakukan? Kan kita bisa amati, tiru, modifikasi. Seberapa agresifnya mereka melakukan upaya promosi, seberapa banyaknya marketing budget yang mereka siapkan untuk mempromosikan destinasi-destinasi dan kooperatifnya pemerintah dalam hal mengakomodir kepentingan pelaku pariwisata,” tutupnya.