Minggu pagi (4/5/2025), suasana di kawasan Gunung Bromo, Kabupaten Probolinggo, memanas. Sejumlah sopir jip wisata mendatangi kantor Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) untuk menyuarakan kekecewaan mereka.
Sopir-sopir itu menilai manajemen wisata, khususnya sistem masuk kawasan dengan scan barcode, sangat tidak efisien dan merugikan. Kerugian itu dirasakan tidak hanya oleh pelaku wisata, tetapi juga para wisatawan.
Choirul Umam, salah satu sopir jip, mengungkapkan bahwa antrean panjang akibat sistem barcode membuat wisatawan telat menikmati momen utama, yakni sunrise di Bromo.
“Ini antre dari jam tujuh pagi, padahal kita sudah berangkat dari jam satu malam. Baru lolos antrean jam lima. Tiket naik, tapi sistemnya masih begini. Petugas cuma satu, antrean ratusan,” keluh Choirul dikutip dari detikJatim, Senin (5/5/2025).
“Pelaku wisata tidak masalah dengan harga tiket, tapi tolong manajemennya dibenahi. Fasilitas juga perlu ditingkatkan,” kata dia.
Keluhan serupa datang dari Edi Purwanto, sopir lain yang menyebut bahwa sistem itu justru memperburuk pengalaman wisata. Antrean bahkan bisa mengular hingga Desa Ngadisari, meskipun bukan musim liburan.
“Kalau hari biasa saja sudah macet, bisa dibayangkan kalau pas ramai. Orang kantor mungkin tidak lihat langsung di lapangan, tapi kami yang kena marah pengunjung,” ujar dia.
***
Artikel ini sudah lebih dulu tayang di detikJatim. Selengkapnya klik di sini.