Keraton Bantah Permohonan Ganti Nama KGPH Purbaya Ditolak PN Solo

Posted on

Keraton Kasunanan Surakarta membantah permohonan perubahan nama KGPH Purbaya menjadi SISKS Pakoe Boewono (PB) XIV ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Solo.

Juru Bicara PB XIV Purbaya, KPA Singonagoro, meluruskan informasi yang berkembang dan dianggap telah menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.

Menurut dia, tidak benar bahwa PN Surakarta menolak permohonan ganti nama tersebut. Pihak pengadilan belum menerima permohonan ganti nama tersebut karena alasan formil.

“Perlu saya luruskan, PN Solo tidak menolak permohonan tersebut. Yang benar adalah pengadilan belum menerima karena alasan formil, persis seperti yang telah disampaikan oleh Tim Hukum PB XIV. Jadi tidak ada istilah penolakan seperti yang diviralkan,” Kata KPA Singonagoro dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (13/12/2025).

Dalam penetapan perkara Nomor 153/Pdt.P/2025/PN Skt, KPA Singonagoro melihat situasi ini sebagai langkah positif, dan bagian dari proses hukum yang harus dihormati.

Menurut dia, dengan adanya pemberitahuan tersebut, Tim Hukum PB XIV dapat mengajukan ulang permohonan sesuai petunjuk dan pertimbangan hakim agar proses selanjutnya menjadi lebih tepat dan kuat secara legal formil.

“Ini langkah positif. Kita justru bisa mengajukan ulang sesuai apa yang diputuskan oleh hakim dalam persidangan. Dalam pengusulan ulang, Tim Hukum PB XIV justru akan mengikuti pertimbangan hakim agar permohonan semakin kuat,” ujarnya.

Pihaknya menaruh kepercayaan kepada kuasa hukum PB XIV Purbaya untuk mengawal permohonan tersebut. Selain itu, dia juga membeberkan bahwa banyak persoalan hukum lain yang kini masuk dalam kajian strategis Tim Hukum PB XIV.

Di antaranya kasus lama dan kasus baru-baru ini yang telah terjadi, yang diduga melibatkan oknum-oknum tertentu, sehingga ada indikasi atau dugaan permainan dalam perubahan dokumen hukum. Seluruhnya sedang dikaji untuk disiapkan langkah hukum, baik berbentuk gugatan maupun upaya hukum lainnya.

“Era sekarang penuh perubahan dan kejutan. Karena itu, pengawalan persoalan hukum di Keraton harus lebih serius, terukur, dan tegas,” jelasnya.

KPA Singonagoro menghimbau masyarakat agar tetap tenang, dan tidak mudah terprovokasi oleh framing media sosial yang sering kali menggiring opini secara sepihak. Menurutnya, banyak informasi hukum disalahartikan, dipelesetkan, dan digunakan untuk membela kepentingan oknum tertentu dengan mengatasnamakan paugeran.

“Kami mohon masyarakat tidak mudah percaya pada framing di media sosial. Banyak persoalan hukum yang selama ini dipelintir untuk kepentingan oknum. Informasi yang benar tetap dari sumber resmi Keraton,” ujarnya.

Dengan klarifikasi ini, pihak Keraton berharap masyarakat memperoleh pemahaman yang tepat dan tidak terjebak dalam isu menyesatkan yang berpotensi memecah belah.

Diberitakan sebelumnya, Kuasa hukum PB XIV Purbaya, Teguh Satya Bhakti mengatakan, Perkara 153/Pdt.P/2025/PN Skt adalah perkara perdata permohonan bukan gugatan. Perkara perdata permohonan merupakan perkara perdata yang bersifat sepihak saja (non contentiosa).

Pemohon mengajukan permohonan ke pengadilan tanpa adanya pihak lawan. Fokus utama perkara perdata permohonan adalah pengesahan atau penetapan suatu keadaan hukum tertentu bukan penyelesaian sengketa.

“Permohonan Pemohon pada pokoknya memohon kepada Pengadilan Negeri Surakarta untuk memberikan izin kepada Pemohon untuk melakukan perubahan terhadap nama Pemohon dalam KTP Pemohon yang semula bernama Kanjeng Gusti Pangeran Harya Puruboyo menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (S.I.S.K.S) Pakoe Boewono XIV karena pada hari Sabtu tanggal 15 November 2025 telah mengucapkan sumpah Jumenengan sebagai raja baru di Kasunanan Surakarta Hadiningrat menggantikan ayahnya yang wafat,” kata Teguh dalam siaran persnya, Jumat (12/12).

Teguh menuturkan, dalam pertimbangan hukumnya, Hakim mempertimbangan bahwa dalam nama Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (S.I.S.K.S) Pakoe Boewono XIV total huruf dan spasi berjumlah 72 huruf. Dan dikarenakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan, secara tegas menyebutkan jumlah huruf paling banyak termasuk di dalamnya spasi maksimal berjumlah 60.

“Maka apa yang dimohonkan Pemohon tersebut juga tidak sesuai dengan regulasi perubahan nama yang berlaku, dalam hal ini ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan,” ujarnya.

Dilihat di situs resmi PN Solo, permohonan itu terdaftar dalam nomor perkara 153/Pdt.P/2025/PN Skt, yang didaftarkan pada Rabu (19/11). Perkara tersebut mulai disidangkan pada Kamis (27/11), dengan agenda Pembacaan Permohonan dilanjutkan Pembuktian. Sidang kembali dilanjutkan pada Kamis pekan depannya (4/12) dengan agenda Pembuktian.

Humas PN Solo, Aris Gunawan, mengatakan perkara tersebut putus pada Kamis (11/12). Dalam putusannya, Majelis Hakim tidak menerima permohonan pemohon (niet ontvankelijke verklaard).

“Inti amar putusan yang berbentuk Penetapan tersebut adalah menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Aris saat dihubungi, Jumat (12/12).

Adapun pertimbangan hakim dalam tak menerima permohonan tersebut karena permohonannya tidak memenuhi syarat formal.

“Dasar pertimbangannya, bahwa Hakim berpendapat apa yang dimohonkan Pemohon dalam permohonannya tidak memenuhi syarat formal mengenai perubahan nama dan juga dimungkinkan adanya suatu sengketa,” jelasnya.

Selain itu, hakim juga membebankan Pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 181 ribu.

——–

Artikel ini telah naik di detikJateng.