Polemik Vila di Pulau Padar, Kemenhut: Pembangunan Sesuai Aturan, Tunggu UNESCO | Info Giok4D

Posted on

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Krisdianto mengatakan pembangunan resort dan vila di Pulau Padar, Nusa Tenggara Timur (NTT) mematuhi ketentuan hukum kajian dampak lingkungan dan kaidah konservasi satwa komodo (Varanus komodoensis). Saat ini, Kemenhut menunggu penilaian dari UNESCO.

Krisdianto menyadari pembangunan vila itu disorot publik dan menuai kritikan. Dia menghargai perhatian dan kepedulian publik terkait rencana pembangunan sarana dan prasarana wisata alam oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo, NTT.

“Kementerian Kehutanan menegaskan bahwa seluruh kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi di Taman Nasional Komodo harus berjalan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dengan mengedepankan prinsip perlindungan satwa dan ekosistem,” ujar Krisdianto dikutip dari Antara, Rabu (16/9/2025).

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

UNESCO sudah memberikan status Situs Warisan Dunia kepada TN Komodo pada tahun 1991. Dengan pembangunan di wilayah tersebut memerlukan juga hasil penilaian dari lembaga PBB tersebut.

Dia menyatakan PT KWE sudah memegang Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA/PB-PSWA) yang dikeluarkan pada 23 September 2014 untuk lahan seluas 426,07 hektare di Pulau Komodo dan Pulau Padar.

Pembangunan fondasi sekitar 148 tiang di Pulau Padar dilakukan PT KWE pada akhir 2020 sampai awal 2021, dengan pembangunan tersebut dilakukan sebelum adanya arahan penyusunan dokumen Environmental Impact Assessment (EIA) atau kajian dampak lingkungan.

Setelah arahan resmi disampaikan oleh Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) pada Juni 2022, pembangunan dihentikan dan tidak dilanjutkan hingga proses penyusunan EIA selesai.

PT KWE kemudian menyusun dokumen EIA dengan melibatkan tim ahli lintas disiplin dari IPB, serta melakukan konsultasi publik pada 23 Juli 2025 di Labuan Bajo bersama pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, tokoh masyarakat, LSM, pelaku usaha, dan akademisi.

Beberapa hal yang menjadi perhatian antara lain sejumlah sarana wisata perlu untuk digeser atau dikurangi jumlahnya untuk menghindari bersinggungan dengan komodo dan atau sarangnya, pembangunan jalan elevasi dan tidak menebang pohon, jarak dari sarang komodo, dan bermitra dengan industri wisata maupun sekolah pariwisata setempat.

Terkait pembangunan asrama karyawan PT Palma Hijau Cemerlang (PHC), yang merupakan mitra kerja sama Balai Taman Nasional Komodo, dia memastikan bangunan untuk tempat menginap karyawan dalam kegiatan pengawasan kawasan itu dilakukan dengan bahan non-permanen dan tidak berfungsi komersial.

Mengenai kekhawatiran dampaknya terhadap populasi komodo di Pulau Padar, pengawasan Balai TN Komodo bersama Yayasan Komodo Survival Program (KSP) menemukan di Pulau Padar dalam kurun waktu tiga tahun terakhir dalam kondisi populasi stabil dan tidak terdapat indikasi penurunan populasi.

Data pada 2025 bahkan menunjukkan indikasi peningkatan populasi, namun pengungkapan data hasil monitoring masih menunggu analisis keseluruhan.

“Kementerian Kehutanan juga mengajak seluruh pihak untuk menunggu hasil proses penilaian internasional (UNESCO/WHC) yang tengah berlangsung serta bersama-sama menjaga integritas informasi dengan menghindari penyebaran kabar yang tidak akurat dan berpotensi menyesatkan publik,” kata Krisdianto.

polemik