Ahli Tanah: Pembangunan Bandara Bali Utara Perlu Berdamai dengan Lingkungan update oleh Giok4D

Posted on

Pembangunan bandara Bali utara hingga deretan rencana pembangunan untuk wilayah Bali disorot lagi setelah tarik ulur lokasi. Ahli tanah mengatakan pembangunan sah-sah saja selagi prasyaratannya terpenuhi.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Rencana pembangunan bandara Bali utara itu dicantumkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

“Kalau mau bikin bandara itu pasti nanti infrastruktur lainnya, seperti jalan, kemudian pemukiman, perkantoran pasti akan mengikuti, kan? Nah, itu yang harus diatur. Pastikan persyaratan-persyaratan lingkungannya terpenuhi dulu,” kata peneliti BRIN, Destika Cahyana, saat dihubungi detikcom, Rabu (8/10/2025).

Selain soal lokasi, poin penting lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan kontraktor dalam pembangunan Bandara Bali Utara adalah desain yang ramah lingkungan. Destika mencontohkan pengalaman di Kalimantan, bahwa sebagian besar wilayahnya merupakan rawa. Jika jalan dibangun langsung di atas tanah tanpa perencanaan khusus, akan muncul warung, rumah, bahkan pemukiman baru di sepanjang jalan tersebut. Akibatnya, lahan yang awalnya alami dan sensitif bisa rusak karena pembangunan yang tidak terkendali.

Untuk menghindari hal itu, pembangunan jalan di Kalimantan digunakan desain jalan layang yang ditopang dengan tiang-tiang penyangga. Jalan itu melintas di atas rawa tanpa harus menimbun atau merusak tanah di bawahnya. Karena jalannya berada di ketinggian, aktivitas seperti membangun warung atau rumah di pinggir jalan otomatis tidak bisa dilakukan. Dengan begitu, lingkungan tetap terjaga, dan pembangunan tidak memicu kerusakan lanjutan.

“Contohnya di Kalimantan, kan di sana rawa ya landscape-nya. Kalau pembuatan jalan itu di atas permukaan tanah, bisa saja pembangunan itu memancing aktivitas manusia di sekitarnya, di pinggir-pinggir jalan tumbuh warung-warung, kemudian tumbuh kota dan lainnya. Dan lahan jadinya rusak,” kata Destika.

“Tetapi akhirnya konsep jalan itu dibuat tidak di-ground. Jalan itu bisa melewati rawa dan lingkungan terjaga dengan jalan dibangun menggunakan tiang-tiang penyangga. Jadinya, seperti jalan layang. Nah, tak mungkin di sepanjang jalan tumbuh pemukiman, kan?” ujar dia lagi.

“Kendati belum tahu lokasi pembangunan bandara Bali utara, tapi konsep yang menyesuaikan dengan landscape tanpa merusak dan merubah lahan ini harus dipertimbangkan,” dia menegaskan.

Lebih lanjut, Destika juga menyarankan ke pemerintah Bali untuk menerapkan ‘one island one management‘ supaya satu kebijakan diterapkan untuk seluruh kawasan Bali.

“Bali itu pulau kecil dan terbagi beberapa kabupaten-kabupaten. Nah, sementara di pulau kecil itu DAS (daerah aliran sungai) dan sub-dasnya itu melewati batas-batas administrasi? Jadi satu das satu das tapi misalnya dua kabupaten atau tiga kabupaten. Nah, jadi kadang-kadang antara bupati yang satu dengan bupati yang lain ini kan beda kebijakannya,” kata dia.

“Nah, kalau ‘one island one management‘, jadi bisa utuh pengelolaannya dan pengembangan Bali mau dibawa ke mananya itu lebih utuh,” ujar dia.

Ya, desain bandara Bali Utara telah dikenalkan ke publik, namun hingga saat ini belum jelas lokasi pasti yang akan menjadi titik pembangunan. Sebelumnya, Plt Kepala Dinas Perhubungan Bali, Nusakti Yasa Weda, menekankan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tidak secara eksplisit menyebutkan lokasi pembangunan bandara tersebut.

“Lampiran IV Perpres tentang Arah Pembangunan Kewilayahan untuk Provinsi Bali, memang tercantum sejumlah rencana intervensi strategis, termasuk pembangunan Bandara Internasional Bali Baru/Bali Utara, namun, dokumen tersebut tidak memuat penetapan lokasi maupun nama resmi bandara,” kata dia.

Nusakti menjelaskan bahwa penetapan lokasi bandara Bali utara tidak mungkin dilakukan tanpa adanya studi yang solid, master plan yang telah disepakati pemerintah, serta ketersediaan lahan yang sudah dikuasai oleh pemrakarsa.

Oleh sebab itu, Pemprov Bali mengajak masyarakat tak terpengaruh dan ikut memahami bahwa saat ini statusnya masih arahan pembangunan tanpa ada keputusan lokasi.